KESETIAANKU=SAHABATKU
Hmmm…. Lihatlah mata itu… coklat bercorak kehitam-hitaman.Bulu matanya yang pajang itu menggapai-gapai kacamatanya dan memandang ke arahku. Yahh…. Aku bisa merasakannya. Oh Tuhan! Apakah dia sdang memperhatikanku? Nggakk.. nggakk mungkin..! aku lah yang lagi memeperhatikannya, berarti nggak mugnkin dida balik memperhatikanku juga…! Maksudku, hal kaya gitu nggak mungkin terjadi ! atau jangan-jangan dia memang lagi memandangku? Nggakk.. nggak mungkin, itu mungkin Cuma khayalanku aja!
“Ada ada Tar?”
“Oh, Hei,” jawabku ketika sahabatku, Mita, tiba-tiba memotong perdebatan antara pikiranku versus hatiku.
“Ayo, Tar, kita ngobrol ama Septian, dia keren banget..!!” ajaknya sambil menarikku.
Apa yang dia bilang? Septian??!! Tidak, ini mengerikan! Kami nggak boleh mengincar cowok yang sama!
“Ayo, Tara! Keburu dia pergi nihhh….”
“Oke…Oke… aku ikut…”
Baiklah, jadi sekarang kami mendekatinya. Aduh, gimana nih? Hatku deg degan banget..! aduh emang apa susahnya sih ngobrol ama cowok? Toh, dia kan juga manusia sama kaya aku. Tapi… Ohhhh…. Lihatlah tubuh itu! Eksotis banget….. >.< dia salah satu manusia terindah di bumi ini. Aku nggak bisa melakukannya, kakiku gemetar.. badanku lemes… aku nggak bisa….
“Mit, aku ke toilet dulu ya.. panggilan alam mendadak nihhh….” kataku tiba-tiba
“Aduh,,, diempet dulu yah…. Keburu bel nihhh.” paksanya.
TEEEEEEEEEETTTTTTT…!!!!!!!
Suara bel tanda istirahat terakhir telah usai.
“Fyuhhh… syukurlah…..” ucapku lega.
“Lhoo, kok malah syukurlah sih? Aku kan nggak jadi ngobrol ma dia!” protesnya.
***
Waktu pelajaran sejarah,
“Ehhh… aduhh… Mit jangan toel-toel ah…ntar dimarahin Nenek Lampir Lhoo…” kataku lirih plus sebal.
“Oh, Tar, tadi liat nggak? Septian tadi kayanya ngliatin aku terus dehh…” critanya.
“Oh… aku rasa juga gitu, heheh…”
“Tar, kayana aku jatuh cinta deh sama dia…” tambahnya lagi.
“Oh… heheh…” jawabku lirih.
Mengapa hal ini membuatku sangat marah? Dia sahabatku. Seharusnya aku bahagia mendengarnya. Padahal kami selalu berjanji untuk nggak akan pernah membiarkan hubungna kami putus gara-gara cowok. Dan aku rasa inilah cobaannya, kesetiaan kami sedang diuji.
***
Hari minggu pagi, kira-kira pukul 06.54 aku dibangunkan dering telepon, yang aku duga adalah Mita dan menelpon untuk mengoceh lagi tentang Septian.
“Hallo?” kataku dengan nada mengantuk dan ogah-ogahan.
“Hai, Tara.” Suara cowok bernada dalam terdenganr di telepon, dan aku langsung tahu itu suara Saptian! Lhoo… kok? Kenapa dia menelponku? Kalau ini untuk menanyakan nomor telpon Mita, maka aku akan langsugn mematikan teleponya.
“Tara , kau disana?”
“Yeah.. yeah… aku disini.”
“Nah, apa kabar?”
HAH..?? Dia menanyakan bagaimana kabarku? Okey, akan akau beri tahu bagaimana kabarku! Emmm… aku adalah seorang cewek remaja yang tertekan, yang mengira dirinya punya kesempatan dengan seorang cowok yang menurutnya cukup berkelas. Tapi, sahabatnya juga sedang menyukai cowok yang sama. Semalaman aku menangis meraung-raung dan sekarang mendengar suaranya membuatku semakin gila karena itu mengingatkanku betapa aku sangat menyukainya.
“Oh, aku baik-baik saja, cuma sedang tidur.” Mengagumkan betapa kebohongan itu seolah otomatis melesat keluar mulutku.
“Aku minta maaf karna telah membangunkanmu. Aku menelpon hanya ingin… yahhh….”
Katakan cepat! Akan aku berikan nomor telponnya!
“Oke, begini. Apa kau nanti sore mau nonton denganku?” ajaknya.
Oh Tuhan! Oh Tuhan! Apa yang terjadi? Dia mengajakku kencan? Apakah ini mimpi? Tapi ini nyata! Ini nyata! Ini nyata! Ehmm… sudah.. sudah.. tarik napas.. tenangkan diri dulu.. bersikaplah seperti orang waras.
“Wahh.. kedengarannya menyenangkan.”
“Oke bagus, aku mengunggumu pukul empat. Bye!”
“Bye.”
Aku kencan dengan SEPTIAN??!! Aku nggak percaya!! Ini mengagumkan! Ini luar biasa.. ini… MENGERIKAN!! Aduh gimana dengan Mita? Dia akan membunuhku. Aku harus menelponya.
****
“Mel, aku benar-benar harus bicara denganmu.” Suaraku sama gemetarnya dengan tubuhku, ia tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres.
“Kenapa? Apa kau tidak apa-apa?” ia mengkhawatirkanku. Bagus aku akan melukai hati sahabatku.
“Yeah, aku nggak apa-apa kok. Aku hanya ingin memberitahumu kalau Septian tadi menelponku, dan dia ingin…”
“Dia ingin tahu nomor teleponku, ya? Sudah aku duga!”
“Eh, bukan. Ehmm… dia tadi agak aneh.. yahh.. dia mengajakku kencan nanti sore, ehmm sebelum kamu marah aku ingin memberikan penjelasan kepadamu dan aku harap kau mempercayaiku.”
Aku sepenuhnya jujur dengan Mita. Aku menjelaskan betapa aku menyukaiSeptian dan berkali-kali minta maaf karena tidak memberitahunya sejak awal. Bebanku seolah terasa berkurang tapi aku merasa seperti mengalihkannya kepada sahabatku. Keheningan yang panjang setelah itu menyakinkanku bahwa ia takkan menerima permintaan maafku begitu saja.
Setelah tak tahan lagi diam, aku memecahkan keheningan ini dan bertanya,
“Mit, kamu nggak pa-pa kan ? Apa yang kamu pikirin sekarang? Pasti kamu benci sama aku ya? Apakah kamu ingin aku batalin kencanku? Apa? Ayo dong, kasih tau aku apa yang harus aku lakuin?”
Desah napas berat disisi lain sambungan telepon menunjukan tanda-tanda akan menjadi isak tangis kerika aku mendengar suara KLIK! Ia bahkan nggak ngucapin satu kata pun, hanya mematikan telepon. Setelah itu aku tetap terus mencoba menelponnya lagi sebanyak lima puluh kali lebih hanya untuk ingin tahu bagaimana perasaannya. Pasti sakit sekali )= … jujur aku nggak pernah merasa sebingung ini. Pertama kalinya aku mengalami sesuatu yg menggairahkan, tapi hal ini harus menghancurkan satu-satunya hubungan persahabatan dalam hidupku.
****
“Hallo, Septian…”
Akhirnya aku menelpon Septian dan menjelaskan semua situasi itu. Dia merasa tidak enak dan setuju untuk menunda kencan kami sore itu. Dia kecewa tapi dia mengerti.
Setiap hari selama tiga minggu berikutnya, aku selalu berusaha untuk mengajak Mita ngobrol tapi selalu gagal dan itu membuatku semakin frustasi.
Septian bersikap sangat baik selama cobaan yang aku alami ini. Kami terus saling bertemu dan menjadi sangat dekat. Sementara Mita? Sikap bermusuhannya kepadaku perlahan mulai luruh, tapi kami tetap tidak berteman. Hubungan kami terbatas pada saling sapa di koridor sekolah. Dan kesedihanku karena sudah mulai kehilangan singal persahabatannya juga tidak pernah berkurang. Aku kadang-kadang tanpa sadar tiba-tiba menangis ketika memikirkan apa yang menimpa persahabatan kami. Aku merasa kesetiaan kami memang benar-benar diuji disini. Aku terus bertanya-tanya apakah dia bahkan pernah merindukanku?
Sekitar seminggu lalu, tujuh bulan sesudah semua terjadi, akumemberanikan diri bertanya kepada Mita apakah dia mau makan siang denganku waktu pulang sekolah nanti. Dan aku sangat kaget ketika dia setuju.
Kami mengisi waktu makan siang dengan membicarakan hal-hal yang terjadi dalam hidup kami. Obrolan kecil itu berlanjut sampai aku menghantarkannya pulang. Setelah kami berdiri tepat didepanpagar rumahnya, hal yang ingin sekali aku lakuin adalah memeluknya erat-erat supaya dia takkan pernah bisa meninggalkanku lagi. Ketika aku berusaha menekatkan niatku Mita tiba-tiba memelukku serta mengcapkan empat kata yang mengakhiri penderitaanku selama tujuh bulan ini, “Aku benar-benar merindukanmu!”
Air mataku mulai menetes diwajahku, tapi tak ada kata-kata yang bisa keluar. Ehmmmm… kalau kau bertanya kepadaku apakah kesetiaan itu? Aku akan menjawab dengan lantang kesetiaanku adalah sahabatku. =)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar